Senin, 20 Juni 2011

Memilih Smala, Keputusan Terbaik Saya*

Bismillahirrahmanirrahim

                Berbicara tentang perjalanan saya di SMAN 5 Surabaya, mau tak mau saya harus memutar waktu mundur tiga hingga empat tahun lalu, ketika saya masih menyandang seragam putih biru di sebuah SMP negeri di kawasan Surabaya Utara. Bagi saya saat itu, SMAN 5 Surabaya memiliki sebuah citra yang begitu mentereng, berbagai prestasi yang tak perlu diragukan lagi—baik dalam lingkup nasional maupun internasional—menjadi daya tarik primer saya terhadap sekolah yang juga dikenal sebagai SMAN Kompleks bersama dengan SMAN 1, SMAN 2, serta SMAN 9 ini.

                Saya masih ingat bagaimana dahulu saya kerap menyoreti buku pelajaran saya dengan tulisan “Smala, Smala, Smala” saat dilanda kebosanan di kelas maupun setelah selesai mencatat pelajaran.  Bayang-bayang gedungnya yang anggun dengan arsitektur kolonial nan megah, para siswanya yang berotak cerdas, reputasinya yang menawan, serta wajah-wajah berwibawa lulusannya yang kini menjadi pilar bangsa pun membuat saya terhanyut dalam harapan dan ingin segera lulus dari sekolah.
               
                Sempat ada yang meragukan peluang saya diterima di SMA impian ini, terlebih karena status saya sebagai siswa dari sebuah sekolah yang notabene non-unggulan, tidak seperti sekolah-sekolah lain yang rajin menyumbangkan banyak siswa ke SMAN 5 Surabaya. Namun itu malah menjadi lecutan bagi saya, karena saya sadar, dengan banyaknya orang yang meragukan peluang saya diterima di sekolah ini, saya makin yakin bahwa saya tidak sedang mengincar sekolah yang sembarangan. Dan alhamdulillah, setelah proses administrasi serta seleksi yang cukup ketat, Allah memberikan kepercayaan bagi saya untuk mengenyam pendidikan di sekolah yang pernah membesarkan Presiden Soekarno ini.


                “Selamat Datang Calon Pemimpin Bangsa”, itulah yang tertulis di pintu gerbang SMAN 5 seiring langkah pertama saya memasuki tahapan baru itu, sebersit tanya hinggap di benak, “Calon pemimpin bangsa? Apa yang bisa kau harapkan dari saya, yang bahkan belum genap sehari masuk di sini?” Apakah ini hanya sebuah gombalan kosong yang kerapkali dijual di luar sana? Ekspektasi kalian mungkin terlalu tinggi! Belum sanggup aku mengembannya, hai Smala!

Smalane suci dalam pikiran
Smalane benar jika berkata
Smalane tepat dalam tindakan
Smalane dapat dipercaya

Kami pemimpin bangsa tak kenal kata menyerah
Walaupun lelah, letih melanda
Badan ditegakkan lihat lurus ke depan, dengan semangat baja
Jangan hiraukan tipu daya kemalasan
Pikiran jernih, hati pun suci
Dengan petunjuk Tuhan Yang Maha Pengasih
Meraih terus prestasi

Dua lagu tersebut seakan menjadi sapaan selamat datang bagi saya, dan lewat dua petikan lagu tersebut, Smala secara tidak langsung menanamkan dalam hati saya benih-benih awal jiwa kepemimpinan serta rasa cinta almamater yang mungkin juga pernah dimiliki oleh para pendahulu-pendahulu saya yang luar biasa. Terjawablah pertanyaan saya, ya, harapan sekolah ini bukanlah sebuah omong kosong, SMAN 5 Surabaya benar-benar siap untuk menggandeng tangan saya demi mewujudkan cita-citanya menghasilkan pemimpin bangsa.

Begitu menjejakkan kaki lebih jauh di sekolah ini, saya makin yakin akan kapasitas Smala sebagai kendaraan menuju cita-cita saya. Berbagai macam kegiatan yang mengimbangi kemampuan akademis serta mengasah soft skill pun banyak saya temui di sini. Smala sungguh memahami makna pendidikan, pendidikan merupakan sebuah pembekalan yang juga mencakup keterampilan dalam menghadapi permasalahan hidup, bukan hanya tentang makna nilai kognitif di rapor yang kadang bersifat manipulatif. Smala juga banyak menyediakan wadah untuk siswanya demi mengembangkan keterampilan mereka masing-masing lewat bermacam ekstrakurikuler dan kepanitiaan. Hasilnya? Siswa Smala pun berkembang menjadi pribadi-pribadi yang tak hanya cerdas akademis, namun juga memiliki social awareness yang cukup tinggi, jauh dari apa yang kerap dunia hiburan gambarkan tentang masa SMA: penuh dengan hura-hura, dugem, pamer harta, bahkan seks bebas.

Di saat kebanyakan remaja menangisi pacar mereka, para siswa Smala lebih memilih menangisi masa depan negeri ini; Di saat sebagian besar orang berebut jabatan, para siswa Smala lebih memilih saling memberikan kesempatan; Di saat kebanyakan remaja sibuk mencari tempat untuk hang out sepulang sekolah, para siswa Smala lebih memilih tinggal di sekolah—bahkan blusukan di panti-panti asuhan demi mengurusi kegiatan-kegiatan amal. Terkadang hal ini membuat saya merinding, karena sering saya membayangkan bahwa suatu hari wajah-wajah merekalah yang akan banyak menghiasi gerak roda bangsa ini. Dan lagi-lagi Smala telah membuktikan kapabilitasnya sebagai pencetak orang-orang luar biasa, kuncinya adalah pembentukan karakter yang begitu kuat.

Tapi, apakah bangga terhadap almamater saja cukup? Belum! Sebagaimana kata senior saya dahulu, "Jangan cuma bangga jadi Smalane, jadikan Smala bangga memiliki kalian". Para siswa Smala, khususnya saya pun memiliki tanggung jawab untuk memberikan kontribusi bagi sekolah tercinta ini, meskipun itu tidak akan sebanding dengan apa yang telah Smala berikan terhadap saya. Di Smala, para siswa bebas mengutarakan cintanya terhadap almamater, ada yang mengutarakannya dengan menjuarai lomba dan olimpiade, ada yang mengutarakannya dengan aktif di berbagai kepanitiaan, ada pula yang mengutarakannya dengan mengabdi di organisasi semacam OSIS atau MPK. Rasa cinta itu bertahan lama, jauh di dalam lubuk hati tiap Smalane meskipun telah berpuluh tahun meninggalkan Smala. Dan rasa cinta itulah yang rupanya membawa SMAN 5 Surabaya berkibar hingga kini.

Setelah menengok jauh ke belakang, saya telah merasakan betapa luar biasanya didikan yang telah diberikan oleh Smala, dan betapa Allah telah sangat baik memberikan saya kesempatan menakjubkan ini.

Kini, buku-buku lama dengan coretan “Smala, smala, smala” itu pun masih tersimpan rapi, sebagai prasasti yang membuktikan: bahwa bermimpi, hingga memutuskan untuk merajut impian di Smala adalah salah satu keputusan terbaik dalam hidup saya.

Be Smalane! :

*Oleh: Ario Bimo Utomo
Ketua LDKMS V 2010
Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional
Universitas Gajah Mada 

4 komentar: